Precious One, Srikandi Untuk Negeri Beri Ruang Bagi Disabilitas Tanpa Batas

“Tahun 2001 saya pernah terbaring sakit selama 2 bulan, selama sakit saya sulit beraktivitas bebas. Pengalaman itu bisa dibilang jadi titik balik hidup saya. Muncul pikiran amat berat jalani hari dengan keterbatasan. Bersyukur saya bisa pulih dan beraktivitas kembali. Tapi bagaimana dengan orang yang punya disabilitas?”

(Ratnawati Sutedjo)

Siang itu begitu terik, samar-samar deru mesin jahit terdengar dari sebuah bangunan berwarna putih yang berdiri di atas lahan seluas 336 meter. Semakin mendekat, suara itu semakin lekat. Diantara riuh deru, ada perca-perca harapan dalam senyap.

Sebuah rumah produksi di kawasan Meruyu Utara, Jakarta Barat, sejumlah orang sibuk bekerja. Mereka membuat berbagai barang kerajinan. Ada yang menjahit, memasang payet, dan merangkai aksesori. Meskipun riuh suara mesin jahit bersahutan, namun mereka bekerja dalam kesenyapan.

Dari sinilah lahir sebuah keajaiban bernama Precious One. Sebuah wadah yang membantu teman-teman disabilitas agar bisa berkarya. Yayasan pemberdayaan penyandang disabilitas yang berdiri sejak 2004 silam.

Perjalanan Ratna Melahirkan Precious One

Ratnawati Sutedjo masih ingat betul bagaimana mula ia berkenalan dan menjadi dekat dengan para penyandang disabilitas. Bahkan kini bisa menggawai label Precious One.

Saat itu tiba-tiba ia jatuh sakit, Hepatitis A, hingga dua bulan tak bisa aktivitas seperti biasanya.

“Saat sakit, hidup saya tidak berguna, tidak berarti, tapi kaki saya bisa jalan, telinga bisa dengar, tangan masih bisa buat gerak, cuma saya ngga punya kekuatan. Hidup kok kaya gini, ngga bisa apa-apa kok ngga enak ya, Tuhan. Terus gimana dengan orang-orang berkebutuhan khusus?” tuturnya.

Ada sebuah pemikiran yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Dari sebuah perenungan, Ratna bernadzar dan berjanji dalam hati.

“Oke deh Tuhan, kalau aku sembuh aku akan bergaul, mengenal, dan pengen tahu perasaan mereka gimana.”

Setelah pulih dari sakit, ia memenuhi janjinya. Ratna mulai belajar bahasa isyarat dari Ny. Baron Sastradinata selama dua tahun.

Awalnya memang ia hanya ingin mengenal dan berteman dengan penyandang disabilitas. Namun suatu ketika dia bertemu teman tuli yang sudah sering melamar kerja tapi ditolak terus karena alasan keterbatasan fisik.

“Mereka sudah melamar pekerjaan di beberapa tempat tapi ngga pernah dipanggil. Karena mereka ngga bisa dengar, jadi itulah yang menggerakkan saya akhirnya bikin Precious One.”

Lapangan kerja harusnya terbuka bagi siapa saya termasuk para penyandang disabilitas. Tentu aja mereka masih mampu berkarya, karena mereka juga sama seperti kita. Mereka hanya butuh kesempatan.

Penyandang disabilitas tak bisa dipandang sebelah mata, dan Ratna membuktikannya melalui Precious One.

Para Disabilitas Menolak Kalah Melalui Precious One

disabilitas menolak kalah
(sumber: https://paxel.co/id/berita-dan-promo/cerita-teman-disabilitas-dan-precious-one-dengan-produk-hasil-karya-yang-berkualitas)

Precious One bermula saat Ratna bertemu dengan Evi yang seorang teman tuli. Ratna mengajakjnya untuk usaha bersama dan menghasilkan barang-barang berkualitas dengan nilai jual. Tidak mudah memulai Precious One.

Precious One sendiri dipilih Ratna karena setiap orang, apapun kondisinya, merupakan pribadi yang berharga.

“Saya percaya Tuhan itu menciptakan manusia dengan kondisi apapun itu berharga. Makanya dititipi di tengah keluarga. Jadi kita kasih nama Precious One.”

Namun tak hanya kendala bahasa, banyak juga perbedaan pola pikir yang kerap menjadi penghalang. Belum lagi kepedulian masyarakat terhadap teman tuli juga masih minim. Tak jarang teman tuli mendapatkan perundungan dan perlakuan berbeda dari lingkungannya.

Padahal, sama seperti kita, mereka juga menggantungkan mimpi dan cita-cita untuk digapai.

“Stigma produk disabilitas pasti ngga bagus, ngga rapi, jelek, terus kalau makanan tuh ngga enak, ngga bersih. Ini wajar terjadi di masyarakat kita. Karena memang masyarakat kita juga belum teredukasi,” ujar Ratna.

Menghasilkan karya yang baik adalah bagian dari edukasi. Ketika mereka membeli, mereka bisa melihat dan memegang, mencoba makanan, agar stigma mereka juga berubah.

tempat berkarya disabilitas
(sumber: https://megapolitan.kompas.com)

“Kami ingin menyuarakan bahwa di setiap produk Precious One ada semangat juang yang ngga pernah berhenti untuk terus berkarya. Dan kami harap masyarakat atau siapapun yang memakai produk teman disabilitas  maupun produk Precious One, kalian juga memiliki semangat yang sama. Semangat untuk terus berjuang dan tidak menyerah.”

Banyak harapan dan asa dari teman-teman tuli di tempat ini. Mereka tidak pernah menyerah, mereka tidak pernah lelah. Karena mereka tidak pernah kalah.

Hidupkan Asa Disabilitas dengan Karya Melalui Program Kerja

Precious One dirancang dengan tatanan yang minimalis dan eye catching. Banyak kutipan motivasi dan pajangan cantik tertempel di dindingnya.

hidupkan asa dengan karya
(sumber: IG @preciousone-tsa)

“If you will do what you can, God will do what you can’t”

Di dalam toko terpajang semua hasil karya tangan-tangan terampil teman disabilitas. Produknya juga beragam seperti tempat tisu, pajangan boneka kertas yang cantik, boneka tangan, pouch, tas, hingga baju-baju bisa ditemui di sini.

Ayat pegawai disabilitas
(sumber: IG @preciousone-tsa)

Ayat, salah seorang pegawai Precious One, seorang pria paruh baya dengan disabiltas tangan yang mengecil dari pergelangan. Sudah bergabung sejak 2020 silam, bantu-bantu membuat baju dan biasanya dikirim sampai luar negeri.

Keterbatasan fisiknya tak mengganggu bahkan mengobarkan semangatnya untuk terus berkarya. Ya, setiap orang memang punya kemampuan dan skill yang bisa dikembangkan.

“Bu Ratna orangnya humble, sama anak-anak juga merangkul seperti kakak sendiri,” tutur Ayat saat ditanya bagaimana sosok Ratna bagi teman tuli di Precious One.

Beberapa program kerja yang telah dijalankan Precious One juga menambah nilai-nilai kebermanfaatan sebagai manusia.

1. I Can Do

Ada sebuah program untuk anak autis dan Down Syndrome (DS), seperti jasa packing sendok. Anak-anak ini yang akan dilibatkan untuk packing dan distribusi ke resto-resto. Memang anak DS dan autis tidak bisa menjahit atau menggunting. Namun mereka juga punya kesempatan yang sama seperti kita. Hidup mereka juga lebih berarti kalau mereka dilibatkan dengan kegiatan positif yang bernilai.

2. Special Day for Special Children

Sebuah acara dengan program mengundang 1000 anak di satu tempat untuk bermain gratis. Sudah dilakukan di 7 kota, terakhir kemarin 10 Maret 2020 sebelum pandemi di Sidoarjo.

Ratna membayangkan, kalau anak-anakyang fitrahnya happy bermain bersama-sama, bagaimana dengan anak disabilitas? Bukankah mereka juga punya kesmepatan yang sama?

Kenapa kok harus 1000 anak? Ya! Semakin banyak anak semakin menyenangkan. Selian itu juga tujuannya untuk mengapresiasi dan mengedukasi masyarakat kalau di kota mereka ada seseorang yang harus dihargai.

3. Stop Bully Disabilitas

Ada sebuah program edukasi masuk ke sekolah non disabilitas dan perusahaan untuk kampanye jangan membully. Bullying terjadi karena kan kita tidak paham. Upaya edukasi ini bertujuan agar kita punya rasa syukur dikaruniai indra yang lengkap. Kemudian bisa menghargai hidup orang lain hingga sadar kalau kesehatan ini bukan berarti kita tidak akan menjadi disabilitas di masa depan.

4. Everyone Can Be A Hero

every one can be a hero
(sumber: https://precious-one.com/)

Menggandeng yayasan setempat, program ini menjual boneka hero yang hasilnya akan disalurkan pada anak-anak yang membutuhkan.

Program ini juga memberi penguatan bagi anak-anak bahwa hal yang dihadapi saat ini tidak lebih besar dari kekuatan dari diri mereka sendiri.

5. Mentoring UMKM

Ratna juga mengutarakan keinginannya agar UMKM disabilitas bisa naik kelas, sukses, dan mandiri. Membeli produk teman disabilitas bukan karena kasihan, dan berhenti membeli hanya satu kali. Ratna berharap, masyarakat bisa membeli karena kualitasnya memang baik, sehingga mereka akan kembali membeli bukan karena kasihan semata.

There Are No Barriers to Empower Disabilities

Heniwati, salah satu penyandang disabilitas, masih menyimpan banyak harapan dan impian untuk masa depannya. Lebih dari 15 tahun bekerja bersama Precious One membuatnya mendapat banyak kebermanfaat dalam hidupnya. Kini ia tak lagi takut bermimpi, karena Tuhan telah memeluk mimpi-mimpinya.

(sumber: FB Precious One)

“Pertama membuat amplop, jepit rambut, jahit flannel. Sekarang sudah membuat boneka kertas berbagai model. Harapan saya, buat masa depan, bisa makan, bisa jalan-jalan. Precious One semakin maju, semakin banyak teman disabilitas dan khususnya teman tuli,” ujarnya seraya tersenyum sumringah.

Iwan Tirta Private Collection pun mengaku puas dengan kolaborasi bersama Precious One. Rupanya, tak hanya sampai di sini, mereka juga akan menggaungkan kebanggan produk Indonesia hingga manca negara.

“Kami melihat secara kualitas, secara craftmen-nya juga sangat baik. Orang ngga bakal menyangka kalau itu dikerjakan teman difabel, sangat baik, dan sesuai standar Iwan tirta Private Collection,” ujar Senior Marketing Manageri ITPC Rindu melati Pradnyasmita.

Parongpong Recycle Center juga menggunakan jasa Precious One saat mengadakan program The Trash Bag Project. Sebuah bentuk kampanye pengolahan sampah spanduk, khususnya alat peraga kampanye (APK). Tujuannya agar bisa menjadi barang yang lebih bermanfaat.

Program ini pun berhasil mengumpulkan ratusan spanduk, rupanya masyarakat juga antusias menjaga lingkungan. Dalam prosesnya menjadi trash bag, spanduk ini dijahit dulu oleh tangan terampil para penyandang disabilitas di Precious One.

Ratnawati Sutedjo Srikandi Untuk Negeri, She Inspires Me

Aku pernah berkawan dengan teman disabilitas, yang juga punya karya. Aku pernah seperti Bu Ratna yang menggebu belajar bahasa isyarat. Mendengar cerita beliau, seperti memanggil puing-puing masa laluku untuk menjadi telinga bagi teman tuli.

Bertahun-tahun sebelumnya aku berhenti belajar bahasa isyarat. Membaca, dan mendengar cerita Bu Ratna seolah kembali menyentakku, apakah masih tersisa serpih keinginanku untuk menjadi teman dengar?

belajar bahasa isyarat
(sumber: dok. pribadi)

Aku kembali dari nol, dan perlahan belajar bahasa isyarat. Aku pelan-pelan memahami bahwa teman tuli begitu mahir bernarasi, tanpa gengsi. Bagiku yang lahir dan tumbuh dengan lantunan melodi, dengan kedua gendang yang mendengar, sulit bagiku membayangkan harus menyuarakan isi hati diantara senyap tanpa mengenal suara itu sendiri.

Bagi teman tuli, tak ada suara pun tak ada masalah. Mereka lincah menggerakkan jari ke sana kemari, menggerakkan mesin jahit juga. Dunia tuli bukan dunia tanpa bunyi. Dunia tuli jauh kaya akan ekspresi, karena pada dunia tuli tak kan kau jumpai pucat pasi.

Teman tuli, sama seperti kita yang memiliki kapabilitas sama. Mereka juga bisa berkomunikasi seperti orang dengar, hanya saja caranya berbeda. Hambatan yang ada hingga saat ini adalah mereka tidak memiliki kesempatan yang sama. Mereka tak mendapatkan sarana yang memungkinkan untuk mengakses dunia.

Hambatan akan terus ada, padahal kebutuhan-kebutuhan ini juga hak yang dilindungi undang-undang. Hak untuk meningkatkan kualitas hidup, hak untuk mengembangkan diri, hak untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, sampai hak untuk memperoleh informasi.

Apakah ini akan mudah? Bu Ratna sendiri bilang, kalau beliau tidak akan menyerah.

“Saya ngga pernah mau mundur, kalau capek sih iya tapi saya melihat perubahan mereka dari yang dulu nganggur sekarang bisa menabung dan membeli barang, bisa jalan-jalan daei hasil kerja merekan mereka senang sekali.”

Ini yang membuat teman disabilitas tetap semangat, karena ada apresiasi. Apresiasi ada saat masyarakat bisa menghargai apa yang teman-teman disabilitas buat.

Hari ini sudah bisa dilihat dan dirasakan bahwa dengan banyaknya konsumen yang setia artinya mereka membeli bukan lagi karena kasihan. Mereka bisa melihat kualitas dan komitmen kualitas terbaik.

Ratnawati Sutedjo tak hanya srikandi untuk negeri, beliau adalah perpanjangan doa, harapan, dan cita-cita teman-teman disabilitas.

Berkatnya, teman disabilitas bisa lebih percaya diri karena karyanya dihargai. Ratna juga telah mengubah stigma masyarakat membeli produk teman disabilitas bukan karena belas kasihan, tapi karena berkualitas, berharga, dan memiliki nilai jual.

Menjadi teman dengar adalah perjalanku untuk berinteraksi dengan teman tuli yang menghadirkan sudut-sudut pandang baru bagi diriku sendiri. Aku ingin belajar lebih banyak lagi dan lagi.

Bu Ratna menginspirasiku dan banyak perempuan lain di luar sana agar lebih berdaya. Perempuan juga bisa berkarya di tengah keterbatasan.

Aku juga ingin berbuat lebih, tak hanya menjadi penyambung lidah antara mereka yang mendengar dan mereka yang tidak, tapi juga ingin memperoleh kesempatan berpartisipasi aktif dalam masyarakat.

Kelumpuhan sebenarnya bukan pada kaki tapi pada pola pikir dan hati. Orang hidup tak hanya sekadar hidup alih-alih karena dia bisa bergerak. Bagiku, orang dikatakan hidup kalau hatinya bergerak, dan dirinya mampu menggerakkan.

By thekurniawans

The Kurniawans adalah sebuah catatan keluarga, jelajahi kisah pengasuhan, perjalanan, dan semua cerita menyenangkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *