“Tang, semalem dia kumat. Dia nampar aku lagi di depan anak-anak..”
Hubungan beracun. Begitu aku menyebut pernyataan salah seorang teman, berinisial AA (34) dalam menjalani kehidupan rumah tangganya beberapa tahun belakangan.
Tak hanya kekerasan verbal, tubuhnya juga sering memar. Kepalanya pun pernah mendapat hantaman benda tumpul hingga berdarah.
Keadaan saat pandemi memperparah hubungan rumah tangga mereka. Gaji suami yang tak menentu, tabungan hampir terkuras habis, tekanan urusan pekerjaan dari atasan, anak-anak sakit, sampai wanita idaman lain sebagai pelarian.
Suami merasa dirinya depresi, pernah bilang ingin bunuh diri. AA sudah mengajak menemui psikiater, tapi suami berdalih dirinya tidak gila. Salah paham lagi untuk yang kesekian kali.
AA hanya ingin mengobrol dengan suaminya, bercerita kesehariannya bersama anak-anak. Suaminya tak punya waktu mendengarnya. Tak ada komunikasi, apalagi pillow talk. Anak-anak bahkan tak mengenal ayahnya lagi. Terlalu jahat bagi mereka, sosok yang dulu pernah hangat itu.
Secepat inikah seseorang berubah?
Suami AA bahkan pernah mau menceraikannya, dengan alasan sang istri tak mampu melayani suami dari berbagai aspek. Sungguh alasan yang dibuat-buat, dalih atas segala kebejatannya.
AA ingin lari dari rumah, ingin pergi sejauh-jauhnya dari suami dan hubungan beracun mereka. Lagi-lagi dia memutuskan bertahan dan tak melapor.
“Gimana anak-anak, Tang? Aku ngga mau bapaknya di penjara. Aku ngga mau anak-anak punya memori dan dibully karena bapaknya bekas napi.”
See? Bahkan ada orang-orang yang tetap merasakan sakit dan bertahan. Banyak juga yang memilih tak melapor meskipun sudah mau mati. Beginikah wajah negeri ini menghadapi kekerasan pada perempuan?
Kasus Kekerasan Perempuan Indonesia
Sepanjang 2022 kemarin, kasus kekerasan pada perempuan di Indonesia semakin marak terjadi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, sebanyak 25.050 perempuan menjadi korban kekerasan. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya sebanyak 21.753 kasus.
Dari data ini, 58,1% kekerasan terhadap perempuan terjadi di lingkup rumah tangga. Kemudian sisanya 24,9% kekerasan perempuan terjadi di tempat lainnya. Terlihat bukan, kekerasan pada perempuan yang dominan malah terjadi di lingkup rumah tangga.
Tentu saja data ini juga belum semua terdata karena pasti ada yang mengalami kekerasan namun tidak melapor. Belum lagi kasus yang jauh dari radar, dan tempat terpencil seperti temenku tadi.
Cuitan Viral Keresahan Kekerasan Seksual Pada Perempuan
Kekerasan seksual sendiri masih menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Konteks kekerasan seksual selalu dekat dengan perempuan, meskipun laki-laki juga bisa mengalaminya. Sebenarnya korban kekerasan seksual sendiri tidak memandang gender.
Sayangnya, penanganan kasus kekerasan seksual masih dipandang sebelah mata. Tak sedikit korban harus berjuang melawan hukum yang seringnya tak berpihak pada mereka. Ini yang membuat mereka memilih diam dan membawa trauma seumur hidupnya.
Berkaca dari hal ini, Justitia Avila Veda membuka suara.
Bermula dari sebuah cuitan iseng di akun Twitter-nya, Veda menawarkan jasa konsultasi umum bagi orang-orang yang pernah mengalami kekerasan seksual. Atau bahkan siapa saja yang mengetahui orang-orang menjadi korban kekerasan seksual.
“Di situ ternyata tweet saya viral, dan alhamdulillah bukan cuma banyak orang yang reach out untuk tanya dan konsultasi tapi banyak juga yang reach out untuk membantu,” kata Veda.
Pada 24 jam pertama bahkan ada sekitar 49 aduan yang masuk lewat email, belum lagi yang masuk via DM Twitter. Ada tiga pengacara yang mau bantu, bahkan sampai masuk 200 DM di dua hari pertama!
“Waktu itu konteksnya memang masih konsultasi dan tahap awal yang lebih seperti membantu para korban kekerasan seksual. Memahami apa yang mereka alami.”
Namun melihat pengaruh kicauannya di Twiter, Veda merasa viral saja bukan sebuah solusi. Korban kerap mengalami retaliasi setelah melakukan laporan. Korban menjadi makin tersudut karena bisa saja mendapatkan serangan balik oleh pelaku dengan pasal yang berbeda. Misalnya tuntutan pencemaran nama baik.
Sedangkan korban sendiri tak hanya membutuhkan pemulihan trauma psikis, tapi juga pendampingan dan perlindungan hukum terhadap ancaman yang mungkin terjadi. Ini yang membuat banyak korban enggan melapor, karena tak memiliki ‘power’.
Perempuan lulusan S1 Universitas Indonesia jurusan Hukum ini pun pernah menjadi korban kekerasan seksual. Pelakunya adalah atasannya sendiri saat masih menjadi mahasiswa dan peneliti lepas di kampus. Dia tahu bagaimana rasanya bila hal ini terjadi pada banyak perempuan lain di luar sana.
KAKG Merangkul Korban Kekerasan Seksual
Akses keadilan bagi para korban kekerasan seksual perlu diperluas. Sebagai perempuan dengan latar belakang hukum dan akses dukungan dari berbagai pihak, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG) pun lahir.
KAKG merupakan jasa konsultasi dan pendampingan bagi korban kekerasan seksual berbasis teknologi. Bukan hanya program hukum, namun juga jejaring penyedia jasa pemulihan psikologis, medis, dan sosial yang dibutuhkan korban selama penyelesaian perkara.
Penyebaran Konten Intim Menjadi Kasus Paling Banyak Dilaporkan
Banyak laporan kasus yang diterima KAKG, namun yang paling banyak adalah kasus penyebaran konten intim. Apalagi kasus ini meningkat selama masa lockdown pandemi kemarin. Veda menuturkan,
“Mayoritas kasusnya memang penyebaran konten intim yang difasilitasi oleh lockdown saat pandemi. Orang-orang harus berada dalam rumah, bosan tak beraktifitas, tak bertatap muka dengan orang lain, akhirnya banyak komunikasi online. Misalnya dating app, Twitter, IG, telegram yang banyak memunculkan interaksi perkenalan, pacaran online, dan menyebabkan munculnya penyebaran konten intim.”
Bukan hanya kasus kekerasan seksual saja, banyak laporan yang diterima juga terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Benar saja kalau kasus KDRT meningkat selama wabah Covid 19 menyerang.
Perempuan jebolan University of Chicago Law School ini menerangkan,
“Selain itu ada KDRT, hal ini dikonfirmasi juga oleh Komnas Perempuan. Mereka melakukan penelitian selama pandemi. Kasus KDRT atau kekerasan ranah domestik juga meningkat tajam, karena ya tadi, ada suami istri dan anak, yang mungkin merasa tertekan saat lockdown”.
Bentuk Konsultasi KAKG Hingga Pendampingan yang Diberikan
KAKG menyediakan jasa layanan konsultasi dan pendampingan bagi korban kekerasan seksual. Korban atau pendamping bisa kontak melalui layanan hotline setiap Senin-Jumat pukul 08.00-18.00 WIB.
Hotline ini bisa diakses melalui link bio akun Instagram @advokatgender dengan mengisi form yang disediakan. Ada pula layanan email konsultasi@advokatgender.org, yang buka 24/7.
Kemudian akan ada penjadwalan konsultasi melalui telepon. Nanti pengacara piket yang akan memberikan konsultasi hukum, dan memberikan pemahaman pada korban apakah kasus mereka ada kekerasan seksual apa tidak.
“Dari konsultasi baru diputuskan untuk pendampingan dengan jalur hukum apa ngga. Tidak selalu pelaporan polisi. Bisa juga misalnya berkirim surat ke instansi beliau bekerja atau instansi perkuliahan. Nanti instansi yang menangani juga bisa memberikan komitmen yang baik terkait penghapusan kekerasan seksual yang ada di lingkungannya,” pungkasnya.
Sistem hukum kita masih sangat patriarki dan tak memihak korban, maka jika korban ingin menempuh jalur hukum ya prosesnya juga panjang.
Harus ada tanda tangan surat kuasa hingga melakukan laporan ke polisi. Tak hanya itu, korban juga akan ditawarkan pemulihan psikologis hingga medis.
“Kalau non hukum, penyuratan akan di follow up sampai tuntas. Sepanjang proses ini kami juga menyediakan jasa psikolog dan bermitra dengan lembaga penyedia layanan seperti Rumah Aman, perawatan medis bahkan fundraising bila kurang mampu atau susah memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ada back up pembiayaan korban kalau memang dibutuhkan.”
Untuk lamanya proses pendampingan memang terbilang relatif dan tergantung beratnya kasus hingga jalur penyelesaian yang dipilih korban (hukum atau non hukum). Proses litigasi sendiri jangka waktunya bisa 9-12 bulan. Kalau non hukum lebih cepat, kalau pelaku koorperatif bahkan satu minggu bisa kelar.
Sedangkan proses pendampingan pemulihan, Veda tak bisa menyebutkan tenggat waktunya. Proses pemulihan sendiri sangat panjang.
“Untuk korban kekerasan seksual apalagi mentalnya akan selalu cemas, mudah ke-trigger dan terungkit apa yang dirasakan. Perlu kerja sama semua elemen ngga cuma advokat tapi psikolog juga dokter. Dampaknya memang stigmanya beneran berat dan bisa mengganggu ke otak korban, menempel di amigdala yang membuat ketakutan sekali. Mulai dari ngga berani mengungkapkan, malu, sampai takut dikucilkan. Ada lintas sektor hingga psikolog ke dokter dan psikiater yang membutuhkan obat. Trauma yang begitu dalam bisa menyebabkan bunuh diri dan harus dicarikan jalan keluar dengan berkonsultasi. Trauma kekerasan seksual akan tinggal bersama korban seumur hidupnya.”
Penyelesaian Kasus Berbentur Pasal
Pada penanganan kasus kekerasan seksual kerap berbenturan dengan pasal-pasal. Misalnya kasus penyebaran konten intim yang diatur dalam UU ITE pasal 27 ayat 1. Berikut bunyinya,
‘Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan’.
Namun pasal ini bisa menjadi serangan balik buat korban.
“Misalnya ada korban pacaran sama pelaku dan share foto ke pelaku dengan niatan konsumsi pribadi, ya buat berdua aja. Tapi kemudian disebarkan sama pelaku dan saya melaporkan kasus ini ke polisi. Polisi juga akan memandang ketika korban pertama kali share konten pada pelaku, itu udah termasuk ke rumusan pasal,” tuturnya.
Jadi memang ngga sedikit korban yang malah meragu untuk mengadu. Sebab, bisa-bisa korban yang seharusnya mendapat perlindungan malah mendapat serangan balik.
Veda melanjutkan, dalam studi putusan yang ia lakukan, ujung-ujungnya korban malah jadi tersangka. Korban malah masuk penjara bersama sang pacar yang menyebarkan.
“Ini yang membuat bukan cuma KAKG, tapi banyak pengacara yang membantu korban jadi berpikir ratusan kali membawa kasus konten intim ke polisi,” jelas perempuan berkaca mata itu.
Tantangan dan Hambatan KAKG Selama Mendampingi Korban
Kata siapa pendampingan KAKG bebas hambatan tanpa tantangan saat pendampingan korban?
Perjuangan Veda tentu saja terjal berliku. Belum lelah fisik sampai trauma psikologis pun dialami tim KAKG ketika membantu para korban kekerasan seksual.
Proses hukumnya sendiri biasanya panjang dan berbelit, banyak menguras waktu dan energi. Bahkan sebenarnya Veda dan teman-teman KAKG juga membutuhkan sesi konseling ke psikiater ataupun psikolog.
Semua lawyer juga mempunyai psikolog sendiri karena emang ngga mudah. Make sure bahwa pendamping juga memperoleh pendampingan selama mendampingi orang lain.
Belum lagi harus mendampingi korban yang terluka kesehatan mental dan psikologisnya. Rehabilitasi para korban merupakan prioritas, apalagi saat menerima aduan kekerasan seksual.
Tapi akan menjadi lebih menantang kalau korban berada di daerah terpencil yang tak mudah akses layanan medisnya. KAKG juga mempunyai mitra penyedia layanan psikolog dan layanan medis. Semua ini disediakan untuk korban yang susah mengakses bantuan.
Gap yang terjadi di NTT, atau Papua misalnya, ketersebaran layanan psikologis dan layanan medis yang ramah pada korban masih sangat terbatas. Tidak semua daerah tersebut bisa memberikan respon yang cepat. Belum aparatur hukumnya yang berbelit dan tak banyak membantu.
Pernah ada klien dari desa, malah kehabisan waktu untuk muter-muter mencari psikolog. Belum lagi internet susah, tenaga medis dan psikolog ngga sebanding dengan di kota.
Tantangan berikutnya kalau terjadi kehamilan. Saat terjadi perkosaan, UU membolehkan aborsi kalau memang kehamilannya terjadi akibat rudapaksa.
Masalahnya nih, banyak aparat penegak hukum belum mau melakukan atau mempersilakan. Sehingga tenaga medis juga tidak mau ambil risiko sebelum ada putusan pengadilan.
Sedangkan pengadilan sendiri tuh lama banget bisa sampai satu tahun. Bisa-bisa anaknya lahir duluan kan. Memang peraturan yang ngga punya ‘gigi’ karena ngga bisa diimplementasikan.
“Oke.. ini sangat melelahkan buat kita. Kita harus take a breath, kita harus tetap mengingatkan satu sama lain, kita harus gantian. Kita sedang maraton, bukan lagi sprint, ini proses pemulihan yang sangat-sangat panjang. Klien atau korban yang kami dampingi belum tentu pulih traumanya setelah kasus ini selesai. Trauma kekerasan seksual akan hidup bersama korban seumur hidupnya,” tutur perempuan yang kini menjabat sebagai Legal and Policy Manager di Konservasi Indonesia.
Harapan KAKG di Masa Depan
Apa harapan KAKG dan rencana ke depan untuk melanjutkan perjuangan ini?
“Kami ada rencana bikin Catatan Akhir Tahun (CATAHU), semacam laporan publik sebagai bentuk pertanggungjawaban yayasan terhadap layanan dan penggunaan dana,” tutur Veda.
Gambaran kasarnya, misal dalam satu tahun ada 150 aduan, satu aduan bisa mewakili beberapa korban sekaligus.
“Yang bisa aku bilang, sejauh ini banyak orang merasa terbantu, menyampaikan bahwa mereka bersyukur bisa terhubung dengan KAKG untuk berdiskusi banyak hal. Jadi ini juga hal baik yang balik lagi kami hormati. Karena korban mau membuka diri dan welcome adalah sebuah bagian proses dari pemulihannya.”
Ke depannya, Veda menambahkan kalau ingin memperbanyak jumlah teman pengacara dan para legal, mitra layanan di Indonesia bagian tengah dan timur.
Persebaran akses yang belum merata membuat karakter kasus di area Indonesia Timur dan Indonesia Tengah berbeda jauh. Masih perlu approach yang lebih lokal, dan memerlukan resource yang sangat banyak.
Tentu saja biaya penanganan kasus juga sangat mahal, misalnya ke rumah sakit terdekat saja mencapai enam jam.
Ke depannya memastikan ketersediaan akses untuk klien di seluruh Indonesia, menambah man power, dan memperkuat partnership.
Sehingga perlu expertise dari semua orang untuk menentukan strategi membantu korban dan mencapai pemulihan keadilan.
Peluk Korban Kekerasan Seksual Bersama SATU Indonesia Awards
“Aku merasa dalam diri setiap perempuan itu ada penyintas. Kapan sih kita ngga dilecehkan, cat calling, diskriminasi di tempat kerja dan kuliahan, beradaptasi dengan sistem dan culture ini itu. Kita justice fight again. Bagaimana untuk memperjuangkan ini semua? KAKG dapat support yang luar biasa dari Astra untuk memupuk semangat juang dan orang lain ternyata juga memvalidasi apa yang KAKG lakukan.”
(Justitia Avila Veda)
Justitia Avila Veda, seorang perempuan muda yang perlu diapresiasi karena berani mendobrak melawan patriarki. Kalau tidak ada anak muda seperti Veda, mau ke mana generasi yang akan datang?
Apalagi era digital saat ini cyber sexual harassment juga tak bisa dibendung karena badai informasi.
Mari menilik tujuan SDGs, di mana posisi perempuan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan?
Tujuan #5 adalah mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan. Para puan bisa memanfaatkan SDGs sebagai ‘alat tagih’ kepada pemerintah untuk memenuhi hak-hak perempuan, mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
Perempuan butuh support luar biasa di keluarga. Kalau mendapatkan kekerasan seksual misalnya saat remaja, maka bisa mendapat dampak sosial luar biasa ke depannya dan berpengaruh pada SDGs.
Seorang puan yang mendidik anak-anak dari rumah, kebanyakan ibu yang membentuk generasi ke depan yagar berkualitas. Tapi kalau seorang puan megalami trauma mendalam, apa jadinya?
Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards memberi penghargaan bagi pemuda dengan kegiatan berdampak positif untuk masyarakat.
Bayangkan kalau banyak anak muda yang berani bersuara dan juga memberi solusi seperti Veda, maka berapa banyak kebaikan yang akan kita dapat?
Astra mendorong dan memfasilitasi generasi ini maju ke depan, berani speaks up dan bertanggung jawab.
“Memperoleh penghargaan SATU Indonesia Awards adalah salah satu sinyal bahwa what we do matters, what we do meaningful, membuatku terus bergerak. Di akhir pendampingan kasus, aku selalu mendapat ucapan terima kasih dari keluarga korban. Aku berpikir kalau ngga ada temen-temen, kita juga ngga bisa ngapa-ngapain di sini. Kami merasa terhormat mendengar hal itu dari klien yang terbantu,” seru Veda saat diwawancara.
Dari perjuangan panjangnya, tak heran Veda bersama KAKG menjadi Penerima Apresiasi Bidang Kesehatan SATU Indonesia Awards 2022 dari Astra Indonesia.
Saat ini KAKG sudah semakin dikenal luas dan makin banyak orang tahu tentang layanan advokat gender. Memberi kesempatan exposure, network, mentorship dan friendship yang luar biasa.
SIA tak pernah berhenti dan terus menjaring anak-anak muda berinovasi dalam memberi support. Perjuangan Veda dan KAKG masih sangat panjang.
Semoga ketika keadilan ditegakkan, bisa menemani dan memberi peluk saat pelik bagi korban kekerasan. Jangan diam saja ketika aku, kamu atau siapa saja mengetahui adanya kekerasan seksual terjadi di sekitar kita.
Negeri ini butuh orang-orang yang berani bersuara dan bertanggung jawab. Waktunya kita mengambil peran dan berkontribusi dalam Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) demi senyum masa depan Indonesia mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
Referensi:
Wawancara narasumber bersama GNFI dan Kumparan
Tangkapan layar IG @advokatgender
https://dataindonesia.id/varia/detail/ada-25050-kasus-kekerasan-perempuan-di-indonesia-pada-2022
https://sdgs.bappenas.go.id/perempuan-dan-tujuan-pembangunan-berkelanjutan-sdgs/
Masya Allah mbak Lintang komplit sekali ulasannya 🙂 Memang ya rasanya semakin hari kok diberitakan di televisi dan media lainnya, soal KDRT merajalela. Miris sekali akhirnya sang istri luka lebam kemudian parah akhirnya meninggal dunia. Serba salah, mau lapor ke polisi, khawatir suami dimasukkan ke panjara dan anak-anak kebingungan. Untung kini adal lembaga bantuan untuk melawan kekerasan seksual melalui KAKG. Pendampingan pada korban sangat besar artinya. Adakalanya kasu2 terbentur pasal2, yang merugikan korban hiks 🙁
Masalah kekerasan seksual emang gak bisa dianggap sepele dan butuh pendampingan yah karena banyak korban yang merasa ragu dan bimbang untuk melapor. Butuh dukungan penuh dari kita semua karena melaporkan orang yang tadinya kita sayangi tuh pasti berasanya berat banget yaaah. Semoga kita semua selalu dilindingi dan terhindar dari toxic relationship yaah
Anak-anak Muda yang luar biasa! Salut banget sama perjuangan mereka, memang kadang sosial media ini menjadi jembatan untuk orang-orang yang butuh bantuan tapi nggak tau harus kemana. Semoga Team KAKG nggak pernah lelah membantu sesama.. Keren sekali
sedih kalau denger kasus KDRT, bener Mak, perempuan tuh lemah banget posisinya biasanya, apalagi penghidupannya bergantung sama suami, dan yang jauh lebih sedih, anak jadi alasan untuk tetap bertahan menahan KDRT, bingung nanti anak gimana hidupnya, biayanya, dll. udah gitu kadang istri mengalami KDRT suka istri juga yang disalahin sama lingkungan, ga bisa urus suami lah, ga bs jadi istri yang baik, dll. Hadeuh gemes
Kakak saya korban KDRT, 20 tahun menikah hampir kehilangan nyawa baru berani lari ke rumah orangtua saya. Sekarang sudah pisah, dan lebih bahagia, Alhamdulillah. Masih banyak di luar sana perempuan korban kekerasan yang perlu uluran tangan. Dan KAKG ada menyediakan jasa layanan konsultasi dan pendampingan bagi para korban. Salut!
Ya Allah … begitulah kadang korban merasa takut, mikir gimana ini itu, jika ia lari dari pasangan yang sebenarnya toxic. butuh banget dukungan tapi khawatir malah makin berbalik ke dia dan mengancam nyawa dia juga anak-anak. KAKG begini perlu banget untuk membantu korban kekerasan seksual.
btw yang tentang konten intim itu aku baru nyadar ternyata efek pandemi sampai ke situ juga.
Seorang ibu mikirin anak2nya. Utamanya kalau ibu rumah tangga, kalau pisah dengan suami maka gimana nanti sekolah anak2. Nyatanya anak2 saya aja yg sekolahnya belum SD udah berbayar. Makannya meski kena KDRT, kadang masih milih bertahan karena takut di faktor ekonomi ini. Huhuhu
Betul banget mba negeri ini butuh yg bersuara..tangggung jawab. Kalau udah masalah pemukulan, KDRT gini udah nggak bisa ditolerir ya. Nggak usah ditahan2 lagi untuk berpisah karena bisa membahayakan jg. Udah banyak kasus2 serupa seperti kejadian beberapa waktu lalu, sedih banget mana anaknya masih kecil2 😭 Perlu anak2 muda seperti kak Veda ini. Masya Allah tabarakallah.
Bersyukur banget ada anak muda yang peduli dengan sesama. Justika dan KAKG sangat dibutuhkan para wanita korban kekerasan seksual atau KDRT. Sangat susah mencari lembaga yang benar-benar terpercaya untuk membantu para korban. Ada lembaga yang butuh mengejar viral saja. Ini yang bikin gemes. Sukses selalu untuk KAKG
Aku bulan lalu juga berjumpa dan hadir di tengah para penyitas kasus kayak gini, emang kompleks banget deh., dan itu memang juga harus ada kerjasama yang baik dengan korabnnya juga agar kasus bisa terungkap dan berhasil
Kasus yang sempat viral kmrn, akhirnya istrinya mati digorok setelah brusaha bertahan demi anak. Malah kasian anaknya kehilangan ibu dan bapaknya masuk penjara. Jadi plis mba bilangin ke AA spya paling ga bapaknya aja yg masuk penjara. Drpda ibunya juga mati. Alasan bertahan demi anak itu ga logis sih🥲berharap orgnya berubah juga keburu cacat atau mati si korban kdrt nya
Kegiatannya menginspirasi sekali… Keren deh, masih muda tapi sudah banyak perempuan Indonesia…
Kasus yang sempat viral kmrn, akhirnya istrinya mati digorok setelah brusaha bertahan demi anak. Malah kasian anaknya kehilangan ibu dan bapaknya masuk penjara. Jadi plis mba bilangin ke AA spya paling ga bapaknya aja yg masuk penjara. Drpda ibunya juga mati. Alasan bertahan demi anak itu ga logis sih🥲berharap orgnya berubah juga keburu cacat atau mati si korban kdrt nya
Kekerasan seksual atau lainnya dalam rumah tangga sering terjadi. Korban banyak yang gak berani melapor atau bahkan memikirkan nasib anak-anaknya tanpa peduli dirinya.
Hal kayak gini emang butuh pendampingan, biar sang istri/ibu bisa terbebas dari genggaman / lilitan setan gitu.
Kegiatannya menginspirasi sekali… Keren deh, masih muda tapi sudah banyak perempuan Indonesia…
Salut dengan KAKG yang berjuang melawan kekerasan seksual yang banyak terjadi di masyarakat. Miris memang begitu tahu, banyak korban yang tidak berani speak up karena mempertimbangkan kondisi anak dan rumah tangganya. Padahal nyawa mereka taruhannya hiks.
Perempuan dan kekerasan tuh emang PR banget sih. Mau lapor, tapi sering malah gak dapat dukungan. Belum lagi kalau sudah ada anak. Apa pun itu, semoga makin banyak orang-orang yang mau lebih peduli soal ini ya. Perempuan, wanita kudu terlindungi
KDRT memang banyak terjadi di negara kita. Perempuan jadi pihak yang banyak dirugikan. Lelah lahir batin pastinya, banyak yang memilih bertahan dengan dalih karena anak. Salut ama Justitia Avila Veda yang mendampingi kaum perempuan untuk membantu mereka keluar dari masalah ini
Jadi korban kekerasan seksual itu serba salah, diam trauma, speak up malah banyak yang hujat, salut banget sama oara pengacara KAKG ini memberikan konsultasi dan pendampingan gratis untuk para korban